Minggu, 17 Januari 2021

Tugas UAS LTLM

selama menempuh mata kuliah LTLM alhamdulillahkami telah dapat memahami apa itu pengertian dari ushul fikih, fikih dan juga kaidah fikih. Mampu memahami 5 kaidah fiqhiyah beserta contoh atau penerapannya dalam kehidupan sehari-sehari bagi umat islam. contoh dari setiap kaidah fikiyah ialah sebagai berikut: 1. setiap perkara tergantung kepada niatnya, contohnya adalah: duduk dimasjid bisa jadi sekedar untuk beristirahat atau dengan tujuan i'tikaf tergantung pada niat orang tersebut ketika berada didalam masjid, contoh lainnya adalah suatu pernikahan akan menjadi haram ataupun menjadi halal tergantung pada niat seseorang tersebut menikah dengan tujuna untuk menyakiti ataukah dengan tujuan untuk beribadah dan mencari pahala dari allah.; 2. keyakinan tidak dapat dihilangkan oleh keraguan, contoh penerapan dari kaidah ini ialah apabila seseorang berada dalam posisi solat dan ia memiliki keraguan apakah dia buang angin (kentut) atau tidak maka hendaknya orang tersebut tidak boleh membatalkan solatnya sampai ia mendengar adanya bunyi atau mencium bau dari kentut tersebut, contoh lainnya ialah apabila seseorang dalam keadaan solat memiliki keraguan dalam sholatnya dan tidak mengetahui apakah dia sudah sholat tiga atau empat rokaat maka hendaknya keraguan tersebut di buang dan menetapkan hatinya atas apa yang ia yakini.; 3. kesempitan mendatangkan kemudahan, contoh dari kaidah ini adalah berbagai macam ruksoh atau keringan dalam ibadah bagi mereka yang memiliki kesulitan seperti solat jamak qosor bagi orang yang sedang musafir, atau keringanan tidak menjalankan sholat 5 waktu dan jumatan di masjid dan dianjurkan untuk solat dirumah masing-masing pada masa pandemi covid-19.; 4. kemhudhorotan hendaknya dihilangkan, contoh penerapan dari kaidah ini ialah hukum haram memakan makanan yang diharamkan menjadi hilang dan boleh memakannya jika seseorang tidak mendapati satu makananpun kecuali yang haram tersebut dan jika ia tidak memakannya maka akan mengganggu keselamatan jiwanya.; 5. adat atau kebiasaan dapat dijadikan landasan hukum. contoh dari penerapan kaidah ini adalah misal suatu daerah berlaku transaksi dengan menggunakan alat tukar beras maka pertukaran didaerah itu harus menggunakan beras. 

Dapat memahami tokoh ulama klasik seperti Imam Al-Ghazali terkait karya dan juga pemikiran dari imam Al-Ghozali. selain itu pula kami dapat memahami pemikiran maqhoshid syariah menurut As-Syatibi, Ibnu Ashur, dan Yusuf Al-Qhardhawi. Imam asy-Syatibi menjelaskan ada 5 bentuk maqhasi syari'ah yaitu: hifdzu din, hifdzu nafs, hifdzu aql, hifdzu mal, dan hifdzu nasab. kemudian dalam hal kebutuhan manusia terhadap harta dibagi menjadi dharuriyat, hajiyyah dan tahsiniah. sedangkan Ibnu Ashur mengajukan beberapa prinsip pokok dalam menafsirkan al-qur'an yaitu: pertama, memperbaiki akidah; kedua Al-qur'an merupakan kitab suci yang bertujuan memperbaiki akhlak baik hubungannya sebagai makhluk tuhan atau sebagai makhluk sosial; ketiga, menerangkan syariat baik yang bersifat umum atau khusus; keempat, mensejahterakan, mendamaikan, dan menjaga perdamaian diantara manusia. selanjutnya adalah konsep maqashid syaria'ah yang digagas oleh Yusuf al-Qardhawi tidak jauh berbede dengan ulama ushul sebelumnya namun ia menitikberatkan pada generalisasi ruang lingkupnya tidak hanya tersekat pada ranahfiqih saja, melainkan meliputi seluruh aspek agama islam.

Lebih lanjut kami juga dapat memahami pemikiran dari tokoh syekh ahmad khatib al-minangkabawi yang mana pokok pemikiran beliau yang berkaitan dengan hukum keluarga ialah menolak dengan keras proses pembagian warisan menurut adat minangkabau yang menganut asas matrelinial. selanjutnya ialah tokoh K.H. Hasyim Asy'ari yang mana pokok pikiran baliau adalah: 1. gerakan Islam di Indonesia yang terbagi menjadi jihad filah dan jihad fiasbilillah, 2. politik negara Indonesia yang terbagi menjadi: membumikan wawasan hubbul waton, meningkatkan ukhuwah, membentuk laskar hizbullah, dan mengeluarka resolusi jihad. selanjutnya ialah tokoh K.H.A. Dahlan yang mana pokok pikiran beliau adalah: menjadikan al-qur'an dan hadits sebagai sumber untuk menelaah keilmuan secara langsung dan megkritik materi-materi yang bersumber dari kitab-kitab klasik.

Selanjutnya ialah mengenai fiqih indonesia Hasbi ash-shiddiqi. dalam pandangan hasbi ash-shiddiqi pemikiran hukum harus berpijak pada prinsip mashlahah musrsalah, keadilan dan kemanfaatan, serta sad dzariah. diantara hasil ijtihad beliau adalah beliau menolak mengharamkan praktik jabat tangan antara laki-laki dan perempuan karena salah satu alasannya hukum tersebut dilandaskan pada qiyas. ijtihad lainnya ialah mengenai zakat dimana beliau mengatakan mesin-mesin dipabrik besar wajib dizakati. beliau juga mengatakan bahwa orang non muslim yang tidak sanggup bekerja dimasukka dalam golongan fakir miskin yang berhak menerima zakat.

Selanjutnya ialah mengenai mazhab nasional Indonesia Hazairin.pemikiran beliau yang terkenal adalah mengkritik teori receptie yang dikembangkan oleh ahli hukum belanda dan mengatakan teori ini adalah terori iblis serta menggagas teori untuk mengcounter teori  ini yaitu dengan mengeluarkan teori receptie exit. ijtihad hukum yang dilakukan oleh oleh hazairin ialah dalam bidang kewarisan. menurutnya hukum kewarisan dalam al-qur'an menganut sistem bilateral, yakni menarik harta dari pihak ayah dan ibu. pemikiran belaiu adanya pelarangan perkawinan dalam satu klan atau pernikahan sepupu ditentang keras oleh beliau.

Selanjutnya adalah pemikiran dari ibrahim hosein. dalam pemikiran dan ijtihad beliau, belaiu menghalalkan bir, lotre dan porkas. Seorang dokter boleh melihat aurat besar untuk kepentingan pemeriksaan dan pemasangan alat KB, beliau juga mengatakan bahwa wanita boleh menjadi imam sholat dan sah solat dibelakang imam wanita tersebut.

selanjutnya adalah pemikiran munawir syadzali. dalam pemikiran dan hasil ijtihad beliau, beliau menghalalkan bunga bank dan menyamaratakan pembagian waris antara wanita dan laki-laki. hal ini dilatar belakangi dengan adanya sifat mendua umat islam dalam menjalankan hukum islam. 

hal-hal yang menarik dan berkesan ketika mengikuti mata kuliah LTLM adalah setiap pertemuan dan materi baru yang disampaiakan oleh pemateri dan diperkuat dengan penjelasana dari dosen pengampu membuat kami selalu mendapat ilmu-lmu baru terkait permasalahan fiqh yang terjadi di masyarakat. 


Senin, 21 Desember 2020

LEGAL TEORI & LEGAL MAXIM

MAZHAB NASIONAL INDONESIA HAZAIRIN

Muhammad Indrayani

NIM: 128509203013

Biografi

Hazairin adalah salah seorang tokoh yang begitu gigih berada di garda terdepan, menyuarakan dan mengubah hukum Islam agar bisa diterima dan diaplikasikan di bumi Nusantara. Nama lengkapnya adalah Hazairin. Lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada hari Rabu, 11 Syawal 1324 H / 28 November 1906 M. Ahli hukum Islam sekaligus ahli hukum adat Indonesia pertama dari kalangan putra Indonesia, seorang nasionalis dan intelektual muslim Indonesia berpendidikan Barat (Belanda). Hazairin adalah keturunan Persia. Bapaknya bernama Zakaria Bahari, seorang guru Sekolah Rakyat (SR) yang berasal dari Bengkulu, sedangkan ibunya bernama Rasida berdarah Minang. Kakeknya bernama Ahmad Bakar, seorang ulama dan mubaligh yang terkenal asal Bengkulu .

Dari perkawinan orang tua Hazairin terdapat satu hal yang pasti, kedua masyarakat tersebut (Bengkulu dan Minangkabau) adalah masyarakat yang fanatik terhadap Islam. Islam merupakan agama yang senantiasa dipegang teguh sebagai sebuah keyakinan yang mendarah daging. Dari keluarga yang lahir Hazairin sebagai gambaran dari bentuk penyatuan dua budaya satu akidah.

Hazairin adalah putra semata wayang ditengah-tengah kehidupan keluarga orang tua. Sebagai putra satu-satunya, tentunya Hazairin sangat disayang dan dimanja. Meskipun demikian, dia tetap digembleng sedemikian rupa. Ayah dan kakeknya merupakan guru langsung baginya, demikian pula peranan ibuya sangat dominan dalam membentuk watak dan karakter dirinya. Watak agamis Hazairin terbentuk bukan hanya dari teori, tetapi keluarga Hazairin dalam kehidupan sehari-hari mampu merealisasikan ajaran Islam, sehingga menjadikan Hazairin sebagai orang yang tidak dapat dipisahkan dari Islam itu sendiri.

Hazairin adalah suami dari Aminah. Aminah adalah gadis yang masih punya hubungan darah dengan Hazairin, yaitu anak A. Gafur. Sedangkan ibunya adalah Rasida adalah wanita asal Minangkabau, anak dari Mukmin. Dari perkawinannya dengan Aminah itu, mereka memperoleh 13 orang anak, yaitu Asmara Dewi, Nurlela Cindarwati, Abdul Hakim, Saladin, Chaerati, Chaerani, Zulkarnain, Hermaini, Zulkifli (Alm.), Zulfikat Puspa Juwita, Zainul Harmain dan Soraya Farida.

Secara formal, ia menuntut ilmu di lembaga-lembaga pendidikan Hindia Belanda. Pendidikan formal, diantaranya:

1.      HIS (Hollands Inlandsche School) di Bengkulu, tamat pada tahun 1920;

2.      MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Padang, tamat pada tahun 1924;

3.      AMS (Algemene Middlebare School) di Bandung tamat pada tahun 1927.

4.  RSH (Rechtskundige Hogeschool) atau Sekolah Tinggi Hukum jurusan hukum adat di Batavia (Jakarta).

Selama delapan tahun Hazairin bekerja keras mendalami bidang Hukum Adat, berkat kegigihannya, Hazairin berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (Mr) pada tahun 1935. Hazairin bukanlah tipe orang yang mudah puas. Sarjana hukum yang diperolehnya belum cukup, ia ingin meraih gelar yang lebih tinggi lagi. Begitu ada tawaran untuk melakukan penelitian mengenai adat Redjang (salah satu suku yang terdapat di Karesidenan Bengkulu, sekarang propinsi Bengkulu), Hazairin atas bimbingan Betrand Ter Haar seorang pakar hukum adat yang terkenal di masa itu, melakukan penelitian sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam bidang Hukum.

Dengan kesabaran dan keuletan, akhirnya Hazairin dalam waktu yang cukup singkat yaitu tiga bulan berhasil menyelesaikan penelitiannya tentang masyarakat Redjang dan menjadi disertasi Doktornya yang diberi judul De Redjang (mengenai adat-istiadat Rejang di Bengkulu). Lulus dan meraih gelar doktor dalam bidang hukum adat pada 29 Mei 1936 setelah mempertahankan disertasinya. Karya inilah yang menghantarkannya sebagai satu-satunya pakar Doktor Pribumi lulusan Sekolah Tinggi Hukum Batavia. Jenjang pendidikan dengan spesialis Hukum Adat telah membuka cakrawala pemahaman Hazairin terhadap berbagai bentuk sistem kekeluargaan yang sangat mempengaruhi pola pemikiran masing-masing adat yang ada.

Fiqih Indinesia menurut Hazairin

Masalah besar yang dihadapi umat Islam di Indonesia adalah bagaimana membentuk satu pemikiran hukum Islam yang sesuai dengan tradisi (adat) yang ada di wilayah ini. Pandangan seperti ini merupakan proses awal dari keseluruhan cita-cita untuk menjadikan hukum Islam sebagai bagian integral dari sistem hukum Nasional. Kenyataan bahwa selama ini umat Islam hanya mengikuti jalur pemikiran fiqh madzhab Syafi'i ternyata memberikan pengaruh terhadap karakter pembaruan dan nasib pemikiran hukum Islam di Indonusia. Dibandingkan dengan negara-negara lain yang tidak pernah dijajah oleh Belanda, Indonesia termasuk negara yang kurang beruntung. Hal ini dapat dimengerti dengan tidak adanya perhatian pemerintah kolonial secara cukup proporsional dalam proses pembenahan dan pengembangan hukum Islam, terutama dalam konteks legislasi hukum Islam yang diciptakan dapat dipakai sebagai acuan perundang-ndangan di lingkungan Peradilan Agama. Oleh karena itu, wajar kiranya jika hingga 1960an, kitab-kitab hukum fiqh yang dibuat oleh para mujtahid pada abad pertengahan, masih menjadi acuan utama dalam proses pengambilan keputusan di lingkungan Peradilan Agama .

Fenomena ini sangat memprihatinkan sebab karakter pemikiran dalam kitab fiqh klasik itu secara umum sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan umat Islam di Indonesia. Pergumulan para mujtahid dengan konteks sosial politik Timur Tengah, sangat mempengaruhi hasil ijtihad yang mereka lakukan sehingga tidak cocok dipaksa untuk dilaksanakan di Indonesia. Dengan demikian, permasalahan-permasalahan fiqh, terutama dalam bidang rnu'malah membutuhkan rumusan baru agar lebih relevan dengan situasi dan kondisi serta adat dan budaya Indonesia.

Penyusunan sejarah sosial pemikiran hukum Islam di atas telah mendorong Hazairin untuk membentuk Fiqh Madzhab Nasional Indonesia. Dalam konteks pembicaraan bahwa permasalahan yang dihadapi umat Islam Indonesia adalah masalah hukum, dan bahwa karakteristik hukum Islam berbeda dengan unsur keimanan dan keislaman lainnya maka menurut Hazairin eksistensi hukum Islam dapat dikatakan sedang mencari-cari tempat di dalam masyarakat. Dari titik berangkat ini ide Fiqh Madzhab Nasional Indonesia menuai signifikansinya. Dalam amatan Hazairin, bentangan perjalanan sejarah hukum Islam yang mewartakan bahwa pintu ijtihad senantiasa terbuka bagi para mujtahid, cukup bisa dijadikan alasan dan pertimbangan akan perlunya tentang konstruksi madzhab baru yang lebih sesuai dengan masyarakat Indonesia. Menurutnya, madzhab hukum Syafi'i harus dikembangkan sehingga mampu menjadi penghubung bagi resolusi problem - problem spesifik masyarakat Indonesia.

Munculnya ide akan fiqh mazhab Nasional tersebut, di antaranya dilatarbelakangi adanya fenomena saat itu oleh Belanda untuk mengeliminasi perkembangan legislasi dan legislasi hukum di Indonesia. Melalui ide yang dikemas dalam konsep Het Indiche Adatrech dengan tokoh intelektualnya van Vollenhoven (1874 - 1933) dan Snouck Hurgronje (1857 - 1936), yang kemudian dikenal sebagai Delrgat teori receptive . Kemudian pemerintah melakukan upaya penyempitan terhadap keberlakuan hukum Islam.

Diantara pemikirannya yang paling terkenal adalah mengkritik teori receptie yang dikembangkan oleh ahli hukum Belanda sekaligus gurunya, di antaranya Betrand ter Haar, Cristian Snouck Hurgronje, Lodewijk William van den Berg dan van Vollenhoven. Menurut teori receptie, hukum Islam yang tersedia di Indonesia hanyalah hukum Islam yang sudah diterima sebagai hukum adat. Teori ini cukup banyak pengaruhnya di kalangan sarjana hukum Indonesia, termasuk sarjana hukum muslim. Hazairin memperingatkan mereka dengan mengatakan bahwa teori receptie adalah teori iblis, yaitu teori yang memusuhi berlakunya hukum Tuhan di Indonesia. Teori ini memang dimaksudkan untuk membatasi bahkan jika mungkin melenyapkan berlakunya hukum Islam dari Indonesia.

Bagi Hazairin, hukum Islam harus diberlakukan bagi orang Islam, baik sudah menjadi hukum adat atau belum. Namun sebagai counter theory terhadap teori ini, hazairin menggagas teori receptie exit. Teori ini menyatakan bahwa teori receptie harus exit (keluar) dari teori hukum Islam di Indonesia, karena bertentangan dengan UUD 1945 serta al-Qur'an dan hadits. Melalui teori ini Hazairin berusaha membuktikan bahwa adat (antropologi) tidak selalu bertentangan dengan Islam. Hazairin menyarankan agar umat Islam memakai hukum Islam sebagai hukum yang ditaati guna menata kehidupan sehari-hari. Dan selanjutnya peradilan Islam dimungkinkan untuk berdiri dan integral dengan peradilan negara, yang dalam hal ini berada di bawah pengawasan Mahkamah Agung.

Pada tahun 1973, sebelum lahirnya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, ia menyerukan agar seluruh Indonesia hanya ada satu Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah di bidang hukum keluarga Islam. Pemikirannya baru terealisasi setelah disahkannya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan disepakatinya Kompilasi Hukum Islam (KHI). Relevansi pemikirannya dapat dilihat dari kandungan UU No.7 Tahun 1989, yaitu membuat wewenang Pengadilan Agama seragam di Seluruh Indonesia , mensejajarkan Seluruh Pengadilan Agama dalam satu sistem kesatuan, Semuanya mempunyai wewenang yang sama atas perkara perkawinan, kewarisan dan wakaf , dan menghapus perlunya pengukuhan Pengadilan Negeri atas putusan yang dihasilkan Pengadilan Agama.

Menurut Hazairin, dengan mempertimbangkan pasal 29 ayat 1 UUD 1945, maka sebenarnya tidak perlu lagi terjadi pertentangan sistem antara hukum adat, hukum positif, dan hukum agama. Begitu juga tidak boleh lagi ada satu ketentuan dan hukum baru yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum Islam dan juga hukum agama yang lain, dan begitu pula sebaliknya. Negara wajib mengayomi setiap orang untuk menjalankan ajaran agama yang diyakininya. Selain itu, negara juga wajib membantu dan mengontrol sistem hukum Islam, terutama aspek mu'amalahnya, yang membutuhkan bantuan negara dalam implementasinya .

Ijtihad hukum yang dilakukan Hazairin adalah dalam medan hukum kewarisan. Menurutnya, konsep hukum kewarisan Islam yang selama ini berjalan dengan menganut sistem patrilineal (menarik garis keturunan hanya dari arah laki-laki saja) itu sangat dipengaruhi oleh konstruksi budaya Timur Tengah (Arab) yang juga demikian. Hukum kewarisan dalam Al-Qur'an, bagi Hazairin, esensinya menganut sistem bilateral, yakni menarik harta dari pihak ayah dan ibu. Implikasi lebih jauh yang ditimbulkan oleh gagasan Hazairin ini menjangkau permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1.  Istilah 'ashabah berasal dari adat masyarakat Arab, dan karena itu tidak seharusnya dipertahankan;

2.    Kedudukan keturunan melalui anak perempuan, dan seterusnya ke bawah, sama kuatnya dengan keturunan dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah;

3.  Memasukkan ahli waris karena pergantian ke dalam sistem kewarisan Islam, dengan menggunakan surat an-Nisa 'ayat 33 sebagai landasannya;

4.      Memperkenalkan pengelompokkan baru untuk ahli waris, yaitu dzawi al-furudh, dzawi al-qarabah, dan mawali, sebagai ganti dari dzawi al-furudh, 'ashabah, dan dzawi al-arham;

5.     Ke dalam pengertian kalalah (mati punah) diikutsertakan orang yang hanya mati punah ke bawah (tidak meninggalkan keturunan). Hal yang berbeda dengan fiqh Sunni, yang mengartikan kalalah sebagai orang yang mati tidak meninggalkan keturunan laki-laki dan ayah .

Pandangan-pandangan di atas mengandaikan bahwa masing-masing cucu akan mengambil hak ayah dan ibunya yang telah meninggal. Dalam kasus pertama, harta warisan setelah dikeluarkan untuk dzawi al-furudh, kemudian dibagi menjadi empat bagian: satu bagian untuk anak perempuan, satu bagian untuk cucu laki-laki sebagai wakil dari ibunya, dan dua bagian untuk cucu perempuan sebagai pengganti dari ayahnya. Dalam kasus kedua, dengan proses yang sama, cucu melalui anak laki-laki memperoleh 2/3, cucu melalui anak perempuan mendapat 1/5, dan anak-anak perempuan kandung masing-masing mendapat 1/5 bagian .

Dalam bingkai pemikiran Hazairin, pandangan-pandangan di atas merupakan hal baru yang muncul sebagai hasil renungan dan pemikiran atas masyarakat Indonesia. Temuan-temuan demikian niscaya hadir dengan seiring lahirnya intensitas keilmuan pendukung, yaitu antropologi yang dapat dijadikan jangkar untuk menjangkau penelitian bentuk-bentuk kemasyarakatan dan berubah dengan sistem kewarisan dengan cukup kohesif. Dari titik inilah kemudian dilakukan upaya penafsiran ulang terhadap doktrin hukum kewarisan, agar lebih selaras dengan kemajuan ilmu dan keadaan masyarakat di Indonesia. Dengan ijtihad model baru ini, akan ditemukan format hukum fiqh yang lebih praktis bagi masyarakat muslim di Indonesia, sehingga tidak ada istilah muslihat hukum lagi dalam dataran praktis.

 

REFERENSI

Toha Ma'arif, Fiqh Indonesia Menurut Pemikiran Hasbi Ash-Shiddiqi, Hazairin dan Munawir Syadzali, Jurnal Pengembangan Masyarakat, Vol.8, No.2, Agustus 2015

Wahidah, Pemikiran Hukum Hazairin, Jurnal Hukum Dan Pemikiran, Vol. 15, No.1, Juni 2015

Senin, 23 November 2020

LEGAL TEORI DAN LEGAL MAXIM

Muhammad Indrayani

12059194011

Al Syatibi 

Nama lengkap Imam Shatibi adalah Abu Ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad al lakhami al-Gharnati al-Shatibi. Seorang alim yang ahli dalam bidang ushul fiqih, tafsir, fiqih, lughat dan hadits. Tentang tempat dan tahun kelahirannya, sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. al-Tanbakati, yang kitabnya disebut-sebut sebagai kitab terjemah tentang al-Shatibi yang paling mu'tamad, tidak menyebutkan tempat dan tahun kelahirannya. Ia hanya menyebutkan secara jelas tempat dan tanggal wafatnya, yakni al-Shatibi wafat di Granada pada hari selasa, 8 sya'ban tahun 790 H / 1388 M. Sementara Hammadi al-Ubaidi, menyimpulkan al-Shatibi lahir pada tahun 730, dan menurut Abu al-Ajfan, al-Shatibi dalam tahun 720 .    

Sampai sekarang, belum pernah diketahui asal-usul keluarganya, hanya saja diduga bahwa Sebutan Shatibi merupakan nisbat kepada tempat kelahiran nenek moyangnya di Xativa (Shatibah = Arab), sebuah daerah di sebelah timur Andalusia. Kemungkinan besar keluarga Imam Shatibi mengungsi ke Granada setelah kota Xativa jatuh ke tangan raja Spanyol Uraqun semenjak penggempuran kota tersebut pada tahun 1239 M. Dari itu, para sejarawan menduga bahwa al-Shatibi lahir di Granada.

Al-Shatibi, hidup sekitar abad 8 H, yaitu semasa Granada diperintah daulah nasriyyah atau lebih dikenal dengan Bani Ahmar. Pendiri dinasti ini adalah Muh} ammad bin Yusuf al-Khazraji al-Ansari. Ketika Bani Ahmar kasar, kehidupan masyarakat jauh dari kehidupan yang islami, Kondisi ini semakin parah ketika Muh} ammad al-Khamis yang bergelar al-Ghany Billah memegang kekuasaan. Bukan hanya kekacauan politik yang melanda, tetapi kondisi akhlaq dan keagamaan juga dalam keadaan yang memprihatinkan. Para ulama pada masa itu juga kebanyakan tidak mempunyai dasar keilmuan yang kuat, sehingga dapat memberikan fatwa tanpa landasan ilmu.

Imam Shatibi bangkit untuk meluruskan dan mengembalikan masyarakat dari kesesatan kepada kebenaran. Ia juga menarik ta'assub berlebihan yang dipraktekan para ulama Granada dan masyarakat Andalusia saat itu terhadap madzhab Maliki. Masyarakat Andalus menjadi penganut madzhab setia Maliki sejak raja mereka Hisha> m al-Awwal bin Abd al-Rahman al-Dakhil (173-180H) menjadikan madzhab ini sebagai madzhab resmi Negara . Mereka memandang setiap orang yang bukan madzhab Maliki adalah sesat.

Sekalipun Imam Shatibi seorang ulama Malik namun ia tetap menghargai ulama-ulama madzhab lainnya termasuk madzhab Hanafi yang saat itu selalu menjadi sasaran tembak nomor satu. Bahkan, dalam berbagai kesempatan ia sering menyanjung Abu Hanifah dan ulama lainnya. Kitab alMuwafaqat sendiri yang menjadi karya agungnya tidak lepas dari misinya mendamaikan rekaman yang terjadi saat itu antara Madzhab Maliki dan Hanafi.

Maqosi Syariah menurut Al-Syatibi

Al-Shatibi dalam pembahasan tentang maqasid ini, tidak menjelaskan secara pasti tentang definisi maqasid, ia hanya menjelaskan bagian-bagiannya secara rinci. Pembahasan maqasid dalam al-Muwafaqat dibagi menjadi dua, yakni pembahasan tentang maksud Shari’ (qas}d al-shari’) dan tentang maksud mukallaf (qasd al-mukallaf). Adapun yang berkenaan dengan maksud pencipta Shari’at (qasd al-shari’), dibagi menjadi empat, yaitu:

a.       Qasdu al-Shari’ fi Wad’i al-Shari’ah

b.      Qasdu al-Shari’ fi Wad’i al-Shari’ah lil Ifham.

c.       Qasdu al-Shari’ fi Wad’i al-Shari’ah li al-Taklif bi Muqtadaha.

d.      Qasdu al-Shari’ fi Dukhul al-Mukallaf Tahta Ahkam alShari’ah

Al-Shatibi Kemudian membagi maqasid ini menjadi tiga bagian penting yaitu daruriyyah, hajiyyah dan tahsiniyyah. Al-Maqasid al-Daruriyyah, adalah kemaslahatan essensial bagi kehidupan manusia dan karena itu wajib ada sebagai syarat mutlak terwujudnya kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi. Al-Maqasid al-Hajiyyah adalah segala sesuatu yang menjadi kebutuhan manusia agar dapat hidup sejahtera dan terhindar dari kesengsaraan. Al-Maqasid al-Tahsiniyyah adalah sesuatu yang sebaiknya ada demi penyempurnaan kesejahteraan manusia.

Selanjutnya, untuk menjaga ketiga maslahah ini bisa dilakukan lewat dua sisi yaitu menjaga dari sisi adanya (min janib al-wujud). Praktisnya yaitu dengan melakukan segala hal yang dapat mewujudkan dan memeliharanya, dan menjaga dari sisi adamnya (min janib al-‘adam), yakni dengan menghindari segala hal yang dapat menyebabkan hilang, rusak atau timpang. Lebih jelasnya untuk menjaga ketiga maslahah tersebut ialah sebagai berikut:

1.      Hifdzu Din (menjaga agama)

2.      Hifdzu Nafs (menjaga jiwa)

3.      Hifdzu Aql (menjaga pikiran)

4.      Hifdzu Nasl (menjaga keturunan)

5.      Hifdzu Mal (menjaga harta)

Tentang cara kerja ketiga maslahah tersebut, maslahah daruriyyah adalah pokok dan dasar dari kedua maslahah lainnya. Sedangkan maslahah hajiat berfungsi sebagai pelengkap maslahah daruriyyah, dan maslahah tahsiniyyat sebagai pelengkap maslahah hajiyyah. Dengan demikian, kedua maslahah tersebut melingkari maslahah daruriyyah untuk melengkapi dan menyempurnakannya.

Tugas UAS LTLM

selama menempuh mata kuliah LTLM alhamdulillahkami telah dapat memahami apa itu pengertian dari ushul fikih, fikih dan juga kaidah fikih. Ma...